Seorang “suhu spiritual” telah mendidik tiga murid beberapa tahun.
Kini saatnya menguji kemajuan mereka. Maka dipanggilnya ketiga murid menghadap. Sebuah “batu” diletakan dihadap mereka, dan diminta untuk menilai nilai batu yang ada didepan mereka.
Mereka tidak perlu meguraikan hasil penilaian mereka dengan kata-kata. Cukup berpikir dalam hati, dan suhu dapat membaca pikiran mereka.
Murid pertama berpikir ; apa gunanya batu.?
Murid pertama berpikir ; apa gunanya batu.?
batu tidak bisa untuk dimakan. Tidak ada nilainya sama sekali.
Apa gunanya kami disuruh belajar menilai batu ?
mungkin suhu sudah mulai gila. Tapi kalau untuk melempari orang ya batu itu berguna !.
Demikian tingkat pemikiran dari murid pertama. Pemikiran yang dangkal bahkan cenderung negatif
Murid kedua berpikir ; batu sebenarnya sangat berguna, batu dapat digunakan untuk membangun jalan, rumah dan sebagainya. Ini adalah tingkat pemikiran orang awam.
Murid ketiga berpikir ; ah… batu dapat diubah menjadi emas ! .
Dari batu yang sama terdapat tiga pemikiran yang berbeda. Apa yang menyebabkan pemikiran dan penilaian yang berbeda ?
Murid kedua berpikir ; batu sebenarnya sangat berguna, batu dapat digunakan untuk membangun jalan, rumah dan sebagainya. Ini adalah tingkat pemikiran orang awam.
Murid ketiga berpikir ; ah… batu dapat diubah menjadi emas ! .
Dari batu yang sama terdapat tiga pemikiran yang berbeda. Apa yang menyebabkan pemikiran dan penilaian yang berbeda ?
Apakah batu tersebut yang menyebabkan adanya tiga perbedaan penilaian ?
tetapi yang diletakkan suhu hanya satu batu. Ternyata perbedaan penilaian itu disebabkan kualitas pemikiran dari murid tersebut.
Suhu telah mengetahui perkembangan muridnya. Dan menyatakan murid ke tiga telah menguasai ilmunya . murid tersebut telah mencapai tingkat spiritual dan melampau tingkat pemikiran awam.
Apakah pemikiran tingkat spiritual adalah tingkat pemikiran yang serba aneh, dan tidak logis ?
bagaimana “batu” dapat diubah menjadi “emas”?.
Dalam tingkat pemikiran awam justru murid ketiga akan dianggap sudah mulai gila.
Dimana “ batu” melambangkan sesuatu yang mendasar, belum bernilai bahkan yang bersifat negative dapat diubah menjadi “Emas” ; sesuatu yang lebih berbentuk, lebih bernilai dan berharga serta memiliki kualitas yang lebih baik.
Dimana “ batu” melambangkan sesuatu yang mendasar, belum bernilai bahkan yang bersifat negative dapat diubah menjadi “Emas” ; sesuatu yang lebih berbentuk, lebih bernilai dan berharga serta memiliki kualitas yang lebih baik.
Tapi bagaimanapun murid ketiga ini tidak gila. Ia dapat mengumpulkan sebanyak mungkin batu dan memperdagangkan kepada yang membutukan batu, lantas uang yang didapat dapat membeli emas. Bukankah itu masuk logika juga !
0 komentar:
Posting Komentar